Kisah Woro Terpikat Wayang Potehi

Reporter: Kominfotik JP  |  Editor: Kominfotik JP

Pertunjukan wayang potehi di Thamrin 10

Terbawa perasaan alias baper kalau istilah anak 'zaman now', itulah yang dirasakan Woro Mastuti, Direktur Rumah Cinta Wayang yang mementaskan wayang potehi pada Jakarta Imlekan, di Thamrin 10, Minggu (26/1).

Woro menceritakan bagaimana rasa cintanya pada kebudayaan hingga akhirnya memutuskan terjun langsung mempopulerkan wayang potehi. Berdiri sejak 2014 lalu, pertunjukan wayang potehi justru tidak diisi keturunan Tionghoa. Padahal, wayang potehi ini merupakan perkawinan budaya Tionghoa dengan Indonesia.

“Ini soal melestarikan budaya. Budaya ini tidak ada kaitannya dengan agama maupun politik. Ini tentang melestarikan budaya sebagai kearifan lokal,” ujarnya.

Pada awalnya, Woro hanya menyusun riset mengenai wayang potehi untuk disertasinya. Tetapi, ia justru semakin larut dalam penelitian yang dilakukannya. Dari hasil riset yang dikumpulkan selama 10 tahun, mulai dari 2004 hingga 2014, ia merasa terpanggil untuk menjaga tradisi wayang potehi dan memopulerkannya.

“Disertasi saya malah tidak kelar, saya justru membangun wayang potehi ini bersama suami dan anak saya. Kita sekeluarga jadi kecanduan wayang potehi,” ungkap wanita yang berprofesi sebagai dosen di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia ini.

Menurutnya, tidak  mudah memperkenalkan wayang potehi pada masyarakat. Ia harus memilih cerita-cerita menarik untuk disuguhkan. Tidak hanya cerita klasik asal Tiongkok, wayang potehi juga menceritakan cerita asli nusantara.

“Ke depan kita akan membuat cerita-cerita baru yang lebih condong cerita nusantara. Pada dasarnya wayang ini bisa memainkan cerita apapun selama ada bonekanya,” terangnya.

Ia juga semakin berinovasi dengan mengandeng anak-anak muda, dan mahasiswanya agar wayang potehi ini bisa diterima generasi milenial.

 

Kominfotik JP/NEL