Menjajal Choipan Goreng Asal Pontianak di Jakarta Pusat

Reporter: Nelly Marlianti | Editor: Andreas Pamakayo

Makanan di Kedai Choipan Goreng Kukus Pontianak 89. Foto: Nelly Marlianti

Jika anda pengemar makanan khas Pontianak. Tak perlu jauh lagi mencari makanan khas Pontianak.

Kota Administrasi Jakarta Pusat, memiliki salah satu UMKM kuliner binaan yang menyajikan makanan khas Pontianak.

Bernama Kedai Choipan Goreng yang laris diminati warga, terletak di JP 19, Jalan Pangeran Jayakarta, Kelurahan Mangga Dua Selatan, Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat.

Bukan hanya warga Jakpus yang datang, tapi berbagai warga dari daerah lain ikut memburu kelezatan menu Choipan Goreng Kukus Pontianak 89, milik Yongki (50).

Jika di daerah asalnya, Pontianak, Choipan dikukus, di kedai milik Yongki ini tidak hanya dikukus tapi juga digoreng. Satu porsi harga Choipan Goreng maupun kukus dibandrol dengan harga Rp 50 ribu.

Menu Choipan goreng maupun kukus yang ditawarkan di kedai ini terdiri dari berbagai isi seperti bengkuang, talas, kacang, dan sayur kucai. Disantap dengan mengunakan sambal yang berbeda dari sambal Choipan kebanyakan, menu Choipan goreng maupun Choipan kukus dari Kedai Choipan Goreng Kukus Pontianak 89 ini patut dicoba. Bahkan, beberapa influencer dan youtuber kuliner pun datang untuk mencicipi kelezatan Choipan goreng ini.

Berdasarkan literatur, Choipan merupakan makanan asal Tionghoa yang diperkenalkan Suku Teochew (Tiociu) yang banyak mendiami kawasan Kalimantan Barat. Choipan sendiri memiliki arti kue dan sayur.

Yongki menuturkan, keluarganya mengawali usaha kuliner Choipan ini sejak 1984. Ibunya saat itu mulai menjajakan menu Choipan dari resep turun temurun keluarganya yang keturunan Tionghoa dari suku Tiociu ini. Resep Choipan turun temurun tersebut terus dilanjutkan Yongki hingga saat ini.

“Sebagai anak, saya meneruskan usaha keluarga ini dari tahun 1995. Karena saat itu mama sudah lanjut usia,” ungkapnya.

Yongki menceritakan, pada awalnya menu Choipan yang dijajakannya dilengkapi dengan menu khas Pontianak lainnya seperti kolak khas Pontianak yang berisi ubi, singkong, talas, jagung dan ubi ungu yang cocok dimakan sebagai santapan berbuka puasa.

Saat ini, di kedai Choipan Goreng Rebus miliknya tersedia makanan khas Pontianak lainnya seperti, Pekang dengan harga Rp 10 ribu per-tusuk. 

Menurutnya, Pekang ini merupakan salah satu makanan khas Pontianak yang jarang ditemukan di Jakarta. Pekang merupakan olahan beras ketan dengan isian kelapa sangrai yang wangi dipadukan dengan gurihnya ebi. Dimasukan ke dalam daun pisang dan dibakar dengan mengunakan bambu tusuk.

“Kita buat sendiri bambu tusuknya, kita beli bambu besar kita potong-potong dan bentuk seperti tusukan Pekang aslinya di Pontianak. Menu Pekang ini di Pontianak maupun Kalimantan ada kedai khusus tersendiri yang menjajakannya. Kalau berkunjung ke Pontianak orang pasti memburu Pekang,” terang Yongki.

Tak hanya Pekang, di kedai ini juga menyediakan Kuotie dengan harga Rp 60 ribu perporsi, Bakso Pontianak seharga Rp 50 ribu, Es Shanghai Rp 15 ribu, dan Liang Teh, minuman Sonkit, dan Susu Kacang Rp 10 ribu.

Meski banyak menu makanan modern, namun Yongki mengaku konsisten ingin menggeluti usahanya meneruskan tradisi kuliner Pontianak di Jakarta. Bahkan, ia ingin membuka beberapa cabang Choipan Goreng di daerah lainnya.

“Saya inginnya menambah cabang, agar masyarakat semakin luas mengetahui menu Choipan Goreng dan Rebus asal Pontianak ini,” jelasnya.

Saat ini, Yongki sudah bergabung menjadi binaan Sudin Perindustrian Perdagangan Koperasi Usaha Kecil Menengah (PPKUKM) Kota Administrasi Jakarta Pusat, di mana saat ini usahanya sudah mendapatkan izin resmi dari Pemerintah Kota (Pemkot) Administrasi Jakarta Pusat.

“Kalau dulu kita masih semerawut belum punya izin, sekarang setelah menjadi binaan Sudin PPKUKM kami jadi lebih tertib, terarah, dan memiliki izin usaha,” ungkapnya.

Sementara itu, Lurah Mangga Dua Selatan.Agata Bayu menuturkan, akan terus bersinergi dengan para pedagang UMKM binaan apalagi di masa pandemi Covid-19. Pihaknya juga terus melakukan pemantauan protokol kesehatan (prokes) yang ada di lokasi binaan di wilayahnya.

“Kita terus sosialisasi bersinergi dengan Sudin PPKUKM terkait prokes maupun keberadaan lokbin sendiri. Sehingga wilayah tetap terkontrol baik dari segi kemananan dan ketertibannya,” Agata menerangkan.