Tidak hanya sebagai pusat ibu kota dan pemerintahan, Jakarta Pusat (Jakpus) juga memiliki sejarah panjang peradaban Agama Islam lewat bangunan masjid-masjid yang ada di wilayah ini.
Ada lima dari beberapa masjid bersejarah yang dapat merepresentasikan bagimana perkembangan umat muslim di Jakpus.
1. Masjid Istiqlal
Selain menjadi ikon di Jakpus, Masjid Istiqlal menjadi masjid terbesar di Asia Tenggara. Dibagun di atas lahan seluas 9'5 hektar masjid ini memiliki sejarah panjang pembagunan selama 17 tahun. Perjalanan sejarah pembangunan masjid ini berawal dari keinginan Presiden Soekarno yang ingin membuat masjid di dekat kawasan monas dan juga Gereja Katedral sebagai simbol toleransi beragama.
Pada tahun 1955 presiden kemudian mengadakan sayembara membuat desain bagunan Masjid Istiqlal. Dari 30 arsitek yang mengikuti sayembara itu, terpilih seorang arsitek beragama Katolik, Friedrich Silaban yang menjadi pemenang.
Desain silaban yang otentik tentang ketuhanan merepresentasikan keinginan Soekarno saat itu. Masjid ini baru mulai dibagun tahun 1961, dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tahun 1978.
Masjid istiqlal memiliki kubah dengan diameter 45 meter yang dikelilingi ukiran ayat kursi yang melambangkan kemerdekaan Indonesia, meniliki 12 tiang yang melambangkan kelahiran Nabi Muhammd 12 Rabiul Awwal, memiliki empat lantai balkon, dan satu lantai dasar yang melambangkan Lima Rukun Islam, memiliki tinggi 6.666 sentimeter yang melambangkan jumlah surat dalam Al-Quran, dan hanya memiliki satu menara sebagai simbol Keesaan Allah SWT.
2. Masjid Cut Muetia
Masjid yang berlokasi di Jalan Cut Muetia no 1 Jakpus ini sejak tahun 1961 resmi menjadi cagar budaya karena merupakan bagunan peningalan Belanda. Bagunan ini tidak boleh diubah hanya dapat direnovasi. Sejarah Masjid Cut Meutia ini cukup panjang, karena memang sebelumnya bangunan ini bukan diperuntukan untuk masjid. Masjid ini baru resmi menjadi masjid Tingkat Provinsi tahun 1987 yang diresmikan Gubernur DKI Jakarta saat itu, Ali Sadikin.
Sebelumnya, masjid ini merupakan kantor arsitek Belanda, NV De Bouwpleg Pieter Adriaan Jacobus Moojen (1879 - 1942) yang membangun wilayah Gondangdia di Menteng. Setelah Jepang mengalahkan Belanda, gedung ini menjadi kantor Jawatan Kereta Api Belanda dan kantor Kempetai Angkatan Laut Jepang selama tahun 1942-1945. Setelah Indonesia merdeka, masjid ini digunakan sebagai Kantor Urusan Perumahan, hingga Kantor Urusan Agama tahun 1964-1970.
Masjid ini memiliki keunikan karena tidak memiliki kubah dan menara karena memang sejak awal bukan diperuntukan untuk masjid, selain itu, mihrab dari masjid ini diletakkan di samping kiri dari saf salat (tidak di tengah seperti lazimnya). Selain itu posisi safnya juga terletak miring terhadap bangunan masjidnya sendiri karena bangunan masjid tidak tepat mengarah kiblat.
3. Masjid Sunda Kelapa
Masjid Sunda Kelapa didirikan di atas Taman Sunda Kelapa pada tahun 1960-an yang diprakarsai seorang Arsitek lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) Gustaf Abbas. Saat itu di kawasan Menteng, belun memiliki masjid. Dalam membangun Masjid Sunda Kelapa, Abbas ingin keluar dari gaya arsitektur timur tengah yang kerap dijadikan desain bagunan masjid di Indonesia. Sehingga ia memberi sentuhan berbeda pada masjid ini, di mana masjid ini tidak memiliki kubah, bedug, bintang-bulan, dan sederet simbol yang biasa terdapat dalam sebuah masjid.
Menara yang ada pun sangat unik. Bentuk bangunannya mirip perahu, sebagai simbol pelabuhan Sunda Kelapa tempat saudagar muslim berdagang dan menyebarkan syariat Islam pada masa lalu.
Pembangunan masjid ini cukup memakan waktu lama karena keterbatasan biaya saat itu, meskipun sudah dibantu para Jenderal yang saat itu tinggal di Menteng. Akhirnya pembagunan masjid ini dirampungkan Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin tahun 1970.
4. Masjid Al-Makmur
Masjid yang terletak di kawasan Tanah Abang ini merupakan salah satu masjid tertua yang ada di Jakarta. Cikal bakal berdirinya masjid ini berawal dari musala kecil yang didirikan pasukan Kerajaan Mataram pimpinan KH. Abdul Somad Asyura dan KH. Abdul Murad Asyura disamping pos pantau kesultanan Mataram untuk melakukan serangan terhadap VOC di Batavia tahun 1628 dan 1629.
Musala ini menjadi masjid setelah dua saudagar Arab, Abubakar bin Muhammad bin Abdurrahman al-Habsyi dan Alwi bin Abdurrahman al-Habsyi membangunya pada tahun 1886. Kemudian masjid menjadi bangunan permanen pada tahun 1915 yang dibagun keluarga keturunan Arab lainnya.
Pada tahun 1945-1949 masjid ini menjadi tempat singgah pejuang kemerdekaan. Berbagai kelompok di Masjid Al-Makmur bersatu menghadapi serangan tentara NICA dan Belanda di Tanah Abang, seperti yang tercatat dalam KH. Hasan Basri 70 Tahun: Fungsi Ulama dan Peranan Masjid karya Ramlan Mardjoned.
5. Masjid Al-I'tisham
Masjid megah yang berada di tengah-tengah gedung pencakar langit yang menjulang di Kawasan Karet dan Sudirman ini diresmikan pada 15 November 1991 oleh Gubernur DKI saat itu, Wiyogo Atmodarminto. Masjid ini memiliki arti komitmen yang kuat kepada agama.
Masjid ini memiliki kubah besar berwarna putih sama dengan warna bagunan masjid. Bangunan ini sangat khas dan mudah dikenali.
Dalam situasi normal, masjid ini selalu ramai didatangi umat muslim yang tinggal dan bekerja di sekitar situ. Apalagi pada saat Salat Jumat. (As)
Kominfotik JP/NEL