Pilar-pilar masjid yang dibangun tahun 1932 ini masih kokoh berdiri, meski bangunan masjid sudah ditambahkan beberapa bagian untuk menampung jamaah yang hendak salat, di kawasan Jalan Raden Saleh No. 30, Kelurahan Cikini, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat.
Inilah Masjid Jami Al-Makmur, masjid bersejarah yang sudah dijadikan cagar budaya sesuai SK Gubernur DKI Jakarta tahun 1993. Di awal sejarahnya, masjid ini merupakan masjid wakaf dari seniman Raden Saleh yang berada di area lahan milik Raden Saleh sejak 1840. Belakangan masjid ini dipindahkan karena lahan tersebut akan dibangun rumah sakit pada tahun 1932.
Menurut penuturan pengurus Masjid Jami Al-Makmur Syahlani, sepanjang perjalanannya bangunan masjid ini sempat mengalami perbaikan dan penambahan. Namun, masih ada beberapa bagian masjid yang masih asli seperti pintu, tiang-tiang, dan lantai porselen sejak pertama kali masjid ini didirikan.
"Hiasan dan ornamen masjid yang terbuat dari kuningan ini juga masih asli. Begitupun dengan mimbar imam yang ada di depan, masih asli dari awal masjid ini ada," ungkapnya saat ditemui Tim Kominfotik JP beberapa waktu lalu.
Menurutnya, penambahan masjid ini baru dilakukan pada tahun 1995 karena banyaknya jamaah yang tidak bisa tertampung. Penambahan bagian masjid yang lebih baru dilakukan di depan area masjid. Hal ini dilakukan, karena masjid Jami Al-Makmur tidak memiliki lahan di area belakang untuk menambah shaf salat berjamaah.
"Kalau mau menambah shaf kan harusnya masjid diperluas di area belakang. Tapi di masjid ini justru di bagian depan, karena lahan tersedia di area depan," jelasnya.
Syahlani mengaku bahwa masjid ini merupakan saksi sejarah beberapa peristiwa yang terjadi di kawasan Cikini. Mulai dari peristiwa Cikini di mana saat itu, mantan Presiden Soekarno mendapat upaya pembunuhan. Presiden sempat diselamatkan warga di sekitar Masjid Jami Al-Makmur.
Ada juga, lanjut Syahlani, beberapa tokoh penting lain di Indonesia yang beribadah di masjid ini. Dalam ingatannya seperti, Jenderal Ahmad Yani Nasution bersama ajudannya Kapten Pierre Tendean beribadah di Masjid ini sebelum peristiwa 30 September terjadi. Serta, Gus Dur mantan Presiden Republik Indonesia keempat dan beberapa tokoh penting lainnya.
"Di bagian pintu depan ini lokasi favoritnya Jenderal Ahmad Yani Nasution, ajudannya menunggu di seberang. Sementara, di bagian samping masjid ini lokasi favoritnya Presiden Gus Dur," kenangnya.