Wali Kota Jakpus: Kurangi Resiko HIV Perkuat Layanan ARV

Reporter: Fajar Magang  | Editor: Andreas Pamakayo

Wali Kota Administrasi Jakarta Pusat Dhany Sukma. Foto: Vhatra

Wali Kota Administrasi Jakarta Pusat Dhany Sukma mengatakan kasus AIDS akan terus ada karena masih belum ada obat yang efektif untuk mengatasinya. Namun, bisa diperkuat dengan layanan Antiretroviral (ARV) dalam mengurangi resiko HIV.

Demikian yang dikatakannya saat membuka rapat kerja wilayah (rakerwil) Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) di Ruang Pola, Kantor Wali Kota Jakarta Pusat, Jalan Tanah Abang 1, Gambir, Rabu (6/11).

"Supaya virus tidak berkembang makanya disediakan layanan ARV yang merupakan bagian dari pengobatan HIV dan AIDS untuk mengurangi risiko penularan HIV, menghambat perburukan infeksi oportunistik, meningkatkan kualitas hidup penderita HIV, dan menurunkan jumlah virus (viral load) dalam darah sampai tidak terdeteksi," jelasnya.

Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Sekertaris KPA Jakarta Pusat Asdirwati Ali menambahkan, mengacu kepada data yang diberikan oleh Sudin Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Pusat, dari bulan Januari sampai Desember tahun 2024 bahwa estimasi ODHIV sebanyak 21.555 orang, ODHIV yang ditemukan sebanyak 21.409 orang, ODHIV yang ditemukan masih hidup adalah 17.699 orang atau 82%, dan ODHIV yang meninggal sebanyak 3.710 orang.

"Kemudian ODHIV yang pernah memulai ARV dan masih hidup sampai saat ini sebanyak 16.844 orang, ODHIV non ARV 12.210 orang, serta ODHIV Loss to Follow-Up (LTFU) sebanyak 4.634 orang, inilah yang KPA sedang usahakan untuk menjangkau LTFU yang putus obat pada tahun 2024 ini," tuturnya.

"ODHIV stop ARV kebetulan tidak ada karena sudah kembali ke layanan, ODHIV yang dites viral load-nya sebanyak 8.378 orang, dan bagi yang virusnya tersupresi sebanyak 8.140 orang atau 67%, namun demikian masih terdapat tantangan yang harus kita atasi bersama yaitu stigma sosial yang masih kuat di masyarakat, beberapa masyarakat masih memiliki pemahaman yang keliru tentang HIV/AIDS," imbuhnya.

Walaupun begitu, kata Asdirwati, stigma masih menjadi salah satu faktor yang menghambat bagi ODHA untuk secara terbuka menerima status mereka dan mendapatkan akses penuh ke layanan yang disediakan.

"KPA telah melakukan berbagai langkah beserta stakeholder terkait dalam menghilangkan stigma dan diskriminasi tersebut dengan cara melakukan sosialisasi edukasi kepada masyarakat," tandasnya.