Wisata Kuliner Pecenongan Terancam Ditutup

Reporter: Kominfotik JP  |  Editor: Kominfotik JP

Pemerintah Kota Jakarta Pusat pastikan wisata kuliner Pecenongan Jakarta Pusat (JP)13 tutup. Penutupan dilakukan karena kuliner malam hari tersebut ditentang pemilik toko dan pedagang sering buang sisa makanan ke dalam saluran.

Penutupan tersebut dibenarkan, Camat Gambir, Fauzi kepada Humas Jakpus mengatakan pihaknya berencana akan melakukan penutupan wisata kuliner Pecenongan. Penutupan ini sebagai langkah atas laporan pemilik toko yang keberatan atas keberadaan pedagang yang kerap kali menggangu usaha mereka. Salah satunya, toko minimarket di Jalan Pecenongan dan beberapa toko lainnya.

"Rencananya memang mau ditutup. Tapi itu hanya bersifat sementara, karena lokasi tersebut akan ditata ulang," ucap Camat Gambir kepada, Humas Walikota Jakarta Pusat, Senin (24/2).

Lanjutnya, sebelum dilakukan penutupan pihaknya akan lakukan pemanggilan pemilik toko yang keberatan. Pemanggilan bertujuan memastikan apakah masih ada pemilik toko yang keberatan terhadap pedagang. Setelah pemilik toko kemudian para pedagang akan dipanggil ke Kantor Kecamatan Gambir..

"Sebenarnya penutupan tidak permanen, hanya sementara saja. Kita akan lakukan pengerukan saluran yang sudah puluhan tahun tidak pernah dibersihkan," ucapnya.

Saat ditanyakan, tempat relokasi mereka untuk berdagang selama ditutup, Camat Gambir belum bisa menentukan lokasi. Alasan tersebut, pihaknya masih mencari lokasi sementara tempat pedagang berjualan. Karena bagaimanapun lokasi tersebut tempat mencari makan mereka dan kita akan cari solusi.

"Untuk sosialisasi kita belum tahu kapan. Yang jelas dalam waktu dekat," celetuknya.

Di lokasi terpisah, Asisten Perekonomian Pemkot Jakarta Pusat, Sulastri Gultom menyatakan hal yang sama dengan Camat. Namun Sulastri menyatakan bahwa pedagang nanti akan dikenakan pajak sebesar 10 persen. Pasalnya wisata kuliner tersebut pendapatannya bisa mencapai Rp 200 juta per tahun, maka dari itu sudah seharusnya mereka dikenakan pajak restoran.

"Sementara ini kita akan perpanjang ijin mereka tapi dengan ketentuan mereka bayar pajak. Kalau tidak mau ikut aturan pemerintah kita akan sampaikan kepada Gubernur DKI Jakarta," tegasnya.

Sulastri menambahkan, mengapa mereka dikenakan pajak. Sulastri menceritakan, untuk martabak di sana harganya mencapai Rp 150 ribu per loyang. Belum lagi jajanan lain di sana yang harganya cukup merogoh kocek yang cukup dalam.

Di tempat terpisah, salah satu pedagang Linda mempertanyakan langkah penutupan sementara wisata kuliner Pecenongan, Gambir, Jakarta Pusat. Dirinya bersama pedagang lain belum tahu apakah penutupan itu bersifat sementara ataupun permanen. Jika memang mau ditutup sementara dan mau dilakukan penataan, Pemkot Jakpus juga harus menyiapkan lokasi penampungan sementara.

"Kalau tidak diberikan lokasi sementara sudah dipastikan kita pedagang tidak bisa dagang," cetusnya.

Linda, salah satu pedagang kuliner juga sempat geram ketika ditanyakan apakah memang pedagang sering buang limbah ke dalam saluran. Ia langsung membantah secara tegas, bahwa informasi tersebut tidaklah benar. Justru sisa minyak ditampung pedagang dan ada yang membeli sisa minyak pedagang sebesar Rp 25 ribu per drum. Sedangkan sisa makanan ditampung dan dibuang di lokasi pembuangan sampah.

"Kita juga jualan tidak asal buang sampah sembarangan. Jadi tolong pemerintah harus bijak jika mendapatkan informasi harus liat dulu kelapangan," terangnya.

Terkait pedagang akan dikenakan pajak, Linda menyatakan tidak mempermasalahkan hal tersebut. Tapi jangan hanya JP 13 Pecenongan yang dikenakan, menurutnya jika hal tersebut dilakukan sangat tidak adil.  Dirinya juga sempat mengucap 'amin' saat dikatakan alasan pemerintah mengenakan pajak dengan alasan pedagang meraup untung hingga Rp 200 juta per tahun.

"Kroscek dululah baru terapkan pajak ke kami," tutupnya sambil tertawa. (Christ)