Senja di Kerkhof Laan, Edukasi Sejarah Batavia dari Makam Tua

Reporter: Kominfotik JP  |  Editor: Kominfotik JP

Museum Taman Prasasti. Foto: Chr

Suasana kawasan Gambir, tepatnya di Kerkhof Laan atau Kebon Jahe Kober atau Museum Taman Prasasti mulai terlihat agak meredup, Jumat (28/2) petang. Matahari pun tertutup balutan awan mendung berwarna abu-abu sedikit pekat. Hembusan angin dingin, membawa kenangan masa lalu di komplek makam tua Kerkhof Laan.

Sore itu, Kerkhof Laan masih terasa hening dan sepi. Meski terdapat petugas museum yang berjaga, makam yang pernah menjadi idola di masanya itu tetap terasa indah. Sebanyak 862 nisan, prasasti dan ornamen masih tertata rapih diiringi sejuknya semilir angin di Museum Taman Prasasti.

Museum yang berada di Jalan Tanah Abang 1, Gambir, Jakarta Pusat ini masih menyimpan beragam peninggalan ornamen makam tokoh-tokoh Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) di era kejayaan Batavia.

Sekilas, tempat ini cukup membuat bulu kuduk berdiri. Sebutan Taman Makam Prasasti memberikan stigma bahwa lokasi tersebut terkesan horor. Namun perlu diketahui, kawasan taman makam ini ternyata menjadi salah satu tempat edukasi sejarah yang cukup penting di Kota Jakarta. Peninggalan prasasti dan nisan makam yang ada dapat menguak sejarah kota Batavia.

Menurut informasi yang dihimpun dari pihak museum, sejarah adanya taman makan prasasti berawal saat kota Batavia berbentuk hanya layaknya kastil. Kemudian berkembang menjadi kota yang dibatasi tembok-tembok pertahanan.

Perkembangan Batavia kembali meluas. Tembok-tembok tersebut pun tidak dapat menahan pesatnya perkembangan setelah masuknya pedagang yang singgah di Batavia.

Kala itu, Batavia sudah dilengkapi fasilitas rumah sakit, sekolah, gereja, dan lainnya. Bahkan tercatat, di dalam kastil Batavia terdapat Gereja de Nieuwe Hollandsche Kerk. Halaman gereja juga berfungsi sebagai makam.

Namun, ketika Batavia makin padat banyak warga yang mulai terserang berbagai macam penyakit yang menewaskan banyak orang. Halaman gereja pun tak kuat menampung tingginya angka kematian. Pemerintah Kota Batavia kemudian mencari lahan baru di luar kota.

W. V. Halventinus, putra Gubernur Jenderal ke-29 VOC, Jeremias Van Riemsdijk (1775-1777) yang dimakamkan di Nieuwe Hollandsche Kerk menghibahkan tanah mereka seluas 5,5 hektar yang ada di Kebon Jahe, Tanah Abang ke Pemerintah Kota Batavia untuk dijadikan area pemakaman baru. Lahan makam ini dikenal dengan nama Kerkhof Laan atau Kebon Jahe Kober. Makam ini mulai resmi digunakan tahun 1795.

Seiring perjalanan waktu, Kerkhof Laan jadi makam idola. Banyak pejabat, selebritis di masanya hingga pelaku sejarah yang dimakamkan di sini. Bahkan diperkirakan, 4.600 nisan makam orang asing terdapat di Kerkhof Laan pada masa lampau. Kini, nisan itu hanya tersisa 1.242 unit.

Kerkhof Laan atau Kebon Jahe Kober lalu ditutup pada tahun 1975 oleh Pemda DKI. Infonya, seluruh jenazah dipindahkan ke pemakaman lain dan dibawa ke negeri asalnya, Belanda. Kemudian dua tahun berikutnya, tepatnya pada tanggal 9 Juli 1977, pemakaman Kebon Jahe Kober justru diresmikan kembali oleh Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin. Kerkhof Laan atau Kebon Jahe Kober diresmikan menjadi museum yang mengoleksi prasasti, nisan, dan makam. Koleksi nisan dan prasasti itu terbuat dari batu alam, marmer hingga perunggu.

Ratusan tahun telah berlalu dengan cepat. Kini lahan Kerkhof Laan atau Kebon Jahe Kober yang awalnya seluas 5,5 hektar akhirnya mengecil menjadi sempit. Ditambah lagi, pesatnya perkembangan kota menyisakan lahan Museum Taman Prasasti hanya 1,3 hektar.

Menurut data yang diperoleh, sebagian luas tanah dijadikan area Kantor Wali Kota Jakarta Pusat, KONI DKI Jakarta, dan PRSI. Bahkan nisan, prasasti, dan ornamen yang masih tersisa hingga saat ini hanya 862 unit sesuai hasil indentifikasi pihak museum di tahun 2016.

Sebanyak 32 koleksi merupakan bentuk asli yang tidak dapat dipindah. Museum ini juga mengunggulkan 20 koleksi makam, salah satunya makam pendiri Mapala UI, Soe Hok Gie. (As)

Kominfotik JP/Chr